#SaveToni Ruttiman arsitek dari Swiss berjuang bertaruh nyawa Demi membangun 61 jembatan gantung di indonesia Terhambat karna birokrasi Aneh

Acehomegazen-Meski berkewarganegaraan Swiss, Toni Ruttiman sangat peduli terhadap kehidupan masyarakat di berbagai pelosok Indonesia. Dia tercatat sudah membangun 61 jembatan gantung.

Kepedulian Ruttiman berawal saat dirinya melihat berbagai pemberitaan di media massa, soal anak-anak Indonesia di pelosok yang kesulitan berangkat ke sekolah. Para siswa harus berjuang bertaruh nyawa melewati jembatan tinggi yang rusak, atau menyeberangi sungai yang arusnya deras.


Hati Ruttiman tergerak. Dia memutuskan berangkat ke Indonesia dan berbuat sesuatu dengan keahliannya. Dengan tekad kuat, Ruttiman bergerak dari satu desa ke desa lain membangun jembatan.


Ruttiman tidak cuma asal tunjuk layaknya mandor proyek. Namun dia turun tangan langsung membimbing para pekerja untuk membangun jembatan gantung.


Ruttiman mengajarkan masyarakat sekitar bagaimana merancang jembatan gantung yang baik dan kokoh. Dia juga merekrut beberapa tenaga kerja di Indonesia untuk dijadikan stafnya. Salah satu pemuda yang dia rekrut adalah Suntana.


Tidak terasa hingga sekarang, Ruttiman sudah 3 tahun berada di Indonesia membangun jembatan gantung di berbagai wilayah. Tercatat sudah ada 61 jembatan gantung yang dibangun.


Kisah ini diceritakan sosiolog Imam Prasodjo di akun Facebook-nya seperti dikutip detik, Kamis (29/9/2016) atas seizinnya. Imam kemudian membagikan gambar-gambar jembatan gantung di berbagai lokasi buah tangan Ruttiman bersama masyarakat.

"Kini Toni Ruttiman telah berhasil memasang 61 jembatan gantung di berbagai daerah termasuk Banten, Jabar, Jateng, Jatim, dan bahkan hingga Sulawesi, Maluku Utara dan NTT," ujar Imam.


Dari foto-foto yang dikirimkan Imam, tampak di antaranya jembatan gantung dibangun Ruttiman di Curug Luhur (Pabuaran, Jawa Barat), Buniwangi (Cipurut, Jawa Barat), Pasir Biru (Jawa Barat), Rano (Sulawesi Selatan), Kedungsari (Jawa Tengah), Karya Murni (Gorontalo), Sanggaroro (Kerirea, NTT), Penyaringan (Bali), Liakutu (NTT), Pamumbu (Sulawesi Selatan), Borowetan 2 (Jawa Tengah), Giritirto (Totogan, Jawa Tengah).


Upaya Ruttiman membangun seluruh jembatan gantung ini tidak mudah alias penuh perjuangan. Dia mengumpulkan bahan-bahan untuk membangun jembatan dari negerinya di Swiss. Dia bahkan mengupayakan bantuan pipa dari perusahaan ternama yang pemiliknya dia kenal baik seperti Tenaris, agar bersedia mengirim bantuan pipa tiang jembatan dari Argentina ke Indonesia.


Hal yang disayangkan Imam, Ruttiman bahkan sampai terkendala oleh lambannya birokrasi di tanah air. Belakangan, upaya pengiriman bantuan bahan jembatan seperti wirerope (kabel pancang) yang rutin dikirim Ruttiman dari Swiss terhambat. Padahal Presiden Joko Widodo (Jokowi) justru tengah keras-kerasnya mendorong agar arus barang impor lancar. Namun kenyataannya sangat lamban seperti masalah yang dialami Ruttiman.

"Saya yang ikut terlibat dan mengikuti betapa sulitnya mengurus proses administrasi import barang bantuan ini merasa kesal menghadapi birokrasi yang begitu ruwet dan lambat ini, walaupun untuk import barang bantuan sekalipun," keluh Imam.


Di Facebooknya, Imam juga menampilkan surat dari Suntana, asisten Ruttiman, untuknya. Di surat itu, Suntana menceritakan lika-liku proses pengurusan barang bantuan yang malah berakhir denda demurrage (batas waktu kontainer).

(Baca juga: Kisah Miris Toni Ruttiman, WN Swiss yang Bangun Puluhan Jembatan Gantung di RI)

Di suratnya, Suntana mengatakan, proses impor donasi wirerope untuk bantuan jembatan gantung itu memakan waktu lebih dari 2 bulan sejak kontainer tiba di Tanjung Priok. Menurutnya, ini karena lamanya proses rekomendasi dari kementerian-kementerian terkait yang harus ditempuh untuk proses hibah ini.


Dijelaskan Suntana, atas bantuan dan upaya rekan-rekan di Bea Cukai Tanjung Priok, biaya storage 3 kontainer donasi wirerope untuk program bantuan jembatan gantung Ruttiman yang sudah tiba di pelabuhan Tanjung Priok sejak 16 Juli 2016 sampai dengan 26 September 2016 akhirnya dibebaskan biaya penyimpanan. Tagihan storage tersebut per tanggal 19 September 2016 sebesar Rp 84.036.410.


Untuk proses permintaan pengurangan atau penghapusan tagihan denda demurrage atas 3 kontainer tersebut, dari pihak pelayaran masih memerlukan waktu yang lebih lama, sementara biaya untuk denda demurrage terus berjalan per hari. Sementara itu untuk mengeluarkan kontainer dari area penyimpanan memerlukan dana yang tidak sedikit.

Dalam tagihan demmurage yang dilampirkan Suntana, tertulis jumlah denda per tanggal 19 September 2016 adalah Rp 169.890.000. Konfirmasi terbaru tagihan demmurage per 26 September 2016 adalah Rp 195.650.000. Di surat itu, Suntana meminta Imam mencarikan solusi agar program jembatan gantung untuk Indonesia itu bisa terus berjalan.


Imam mengatakan, dirinya sangat terpukul membaca surat dari Suntana. Namun dia lebih terpukul lagi membaca email dari Ruttiman yang mengaku ingin menyudahi upaya bantuan yang ia lakukan setelah periode bantuan ini selesai. Dia berharap Ruttiman masih mau dibujuk untuk terus bertahan di tanah air dan melanjutkan upayanya.


"Terus terang saya malu menghadapi kejadian ini. Saya ingin sekali berteriak sekerasnya mewakili rakyat yang selama ini masih mengharapkan bantuan Toni Ruttiman. Maukah pemerintah mengabil alih denda yang harus dibayar ini? Saya juga terfikir, bisakah kita bersama-sama urunan untuk mengganti denda demmurage agar kita sebagai bangsa setidaknya memiliki harga diri? Entahlah!" tulis Imam.


Saat dikonfirmasi via WhatsApp hari ini, Imam menyampaikan kabar baik. Menurutnya Menteri PUPR Basuki Hadimuljono sudah bersedia menanggung biaya demurrage dan proses lainnya. Dia pun berharap Ruttiman terus melanjutkan perjuangannya membangun jembatan gantung di pelosok-pelosok tanah air untuk membantu masyarakat.

"Sudah ada ketersediaan Pak Basuki Menteri PUPR menanggung biaya demurrage dan proses lainnya, sehingga bila itu betul direalisasikan, Toni Ruttiman tidak harus berkorban lagi membayar denda keterlambatan," ujarnya.
Share:

0 comment:

Post a Comment