disiksa dan dilecehkan sejak Februari,pihak sekolah tk internasional sama sekali tidak mengetahui

Jakarta - Seorang siswa taman kanak-kanak bertaraf internasional di kawasan Jakarta Selatan menjadi korban pencabulan berupa sodomi oleh dua petugas kebersihan di sekolah itu. P, ibunda korban, menduga putranya, M, 5 tahun, sudah berkali-kali dicabuli para pelaku.

"Saya mulai mencium gelagat aneh pada anak saya, seperti jadi lebih pendiam, berat badannya turun, dan suka mengigau setiap tidur sejak Februari lalu. Diduga anak saya sudah disiksa dan dilecehkan sejak Februari," ujar P, Senin, 14 April 2014, di Jakarta.

P menduga kejahatan seksual yang menimpa anaknya ini dilakukan para pelaku secara terencana. Buktinya, kata dia, terduga pelaku perempuan bernama Afriska punya peranan menggiring anaknya ke dalam toilet sekolah. Di dalam toilet itu, menurut P, berdasarkan cerita anaknya, Afriska melucuti pakaian M dan melakukan pemukulan. "Barulah pelaku lain yang pria beraksi dengan cara menyodomi atau menyuruh anak saya untuk memegang kelamin pelaku."

Indikasi bahwa putranya telah dicabuli berkali-kali, ujar P, yakni sejak Maret lalu dia melihat putranya dua kali pulang ke rumah memakai pakaian ganti dari sekolah. "Yang pertama dia bilang kehujanan, tapi yang kedua dia ganti seragam di sekolah gara-gara mengompol di dalam kelas."

Setelah ditanya kenapa mengompol, putranya itu mengaku terpaksa menahan kencing akibat takut pergi ke toilet sekolah. "Anak saya diancam akan dipukul para pelaku kalau dia ngomong ke siapa-siapa." Satu hal yang mengherankan P ialah pihak sekolah sama sekali tidak mengetahui kejadian ini. "Kepada kami, sekolah bilang tidak tahu apa-apa dan menyerahkan kasus ini ke polisi."

Padahal, kata dia, di sekolah putranya masuk di kelas yang isinya 10-18 siswa. "Masak setiap dia ke WC gurunya tidak sadar kalau dia lama dan apakah gurunya tidak melihat tanda-tanda keanehan setelah anak saya dilecehkan?" Adapun kamera pengawas sekolah tidak terpasang di sekitar toilet, sehingga aktivitas di sekitar lokasi itu tidak terpantau.

Pengacara korban, Andi M. Asrun, menyatakan para pelaku berkomplot dalam melakukan aksi bejat ini. Sedangkan sejauh yang diketahui hingga kini motif mereka sebatas untuk kepuasan seksual. "Mungkin mereka punya kelainan," ujarnya. Andi juga menduga, selain M, ada murid lain di sekolah itu yang jadi korban. "Saya menduga begitu, karena jumlah orang yang diduga ikut dalam aksi ini diperkirakan hingga lima orang."

Setelah P melaporkan kasus ini ke Kepolisian Daerah Metro Jaya pada 24 Maret 2014, polisi sudah menangkap tiga orang. Terduga pelaku bernama Afriska dibebaskan karena tidak ada bukti kuat yang menyebut bahwa perempuan itu terlibat. Sedangkan dua pelaku pria, Agung dan Awan, sudah mengakui perbuatan mereka, dan ditahan oleh polisi. "Polisi harus mencari keterlibatan orang lain, karena soal penyakit herpes yang menulari M diduga berasal dari pelaku lain."

Afriska, Agung, dan Awan adalah tiga pekerja alih daya. Tugas mereka di sekolah itu adalah melakukan pekerjaan bersih-bersih. Namun, yang mengejutkan, berdasarkan penelusuran Andi, rupanya Awan tidak resmi terdaftar sebagai pegawai. "Awan ini hanya petugas bayangan yang menggantikan Agung kalau tidak kerja. Dia isi absen atas nama Agung."
Share:

0 comment:

Post a Comment