Ketika Sang Panglima Gerakan Aceh Merdeka Jadi Musuh Bersama

Hasil Pleno KIP Aceh telah usai, membuat Rakyat Aceh terkejut seakan-akan tidak percaya apa yang telah terjadi.

 Karena yang terpikirkan Aceh akan berada dalam kemudi Sang Panglima penerus Perjuangan. Namun semua itu seperti jauh panggang dari api.

Sang Panglima diposisikan seakan menjadi momok yg menakutkan bagi bangsa Aceh, menjadi Musuh bersama.



Keberhasilan perjuangan elit GAM pasca MOU Helsynki pun hanya dipandang sebelah mata, Sang Panglima terus dicari-cari kesalahannya dan terus disudutkan hingga dibuat menjadi Panglima yang disegani dan dibenci.

Sehingga disusun sebuah strategi kerjasama elit yang terselubung dan terstruktur untuk menjatuhkan Sang Panglima dimata Masyarakat Aceh.


Kini, pasca Pilkada Aceh Selesai, Banyak orang bergembira riya dengan hasil tersebut, tertawa dan merasa sangat senang sang Panglima telah dipukul mundur dalam Pilkada.


Namun banyak masyarakat yang masih setia dan seideologi dengan Perjuangan belum mampu dan tidak sanggup menerima kenyataan itu, karena bagi mereka berkuasanya Parlok dibawah komando Panglima adalah sebuah kehormatan dan harga diri dari perjuangan yang telah puluhan tahun diperjuangkan.


Penggiringan Opini Publik untuk meninggalkan Parlok (PA) pun sangat disayangkan. Di umurnya yg baru 10 Tahun dituntut untuk mengubah Aceh seperti Singapura. Padahal lebih dari 70 tahun dibawah Parnas (RI) tidak ada perubahan yang signifikan, bahkan bangsa Aceh terus ditipu dan dikhianati.


Hari ini mungkin kita baru sadar, kita baru saja memberi kesempatan dan membiarkan kembali Bangsa Aceh dikuasai Oleh RI dan diperkosa di Tanah Sendiri.


Kini Tidak ada Nilai Khas lagi, membuat Rakyat Aceh seperti Hidup dipedalaman Pulau Jawa.
Namun dalam hal ini, ada banyak hikmah yang perlu kita sadari dan intropeksi bersama.

Di kutip dari FB
Share:

0 comment:

Post a Comment